Candra Sang Dalang Cilik

Ini adalah kali kesekian saya mengunjungi Taman Budaya Ardha Chandra, Art Centre Denpasar untuk melihat perhelatan Pesta Kesenian Bali (PKB) dengan beberapa pertunjukan di beberapa stage yang ada disana. Langit sudah mulai temaram tapi tiga stage utama untuk pementasan seni masih saja kosong, ternyata untuk jam malam pementasan dimulai serentak pada jam 20.00 Wita, baiklah. Saya putuskan untuk melihat-lihat beberapa booth pameran yang ada, mulai dari booth yang menjual busana adat Bali, Kebaya, Perhiasan sampai pameran Uang Kepeng. Kemudain beralih di areal kuliner hingga ke belakang bangunan areal Arda Candra yakni tempat yang tak ubahnya pasar malam, fuiiihhh… Melelahkan.

Candra, sang dalang cilik yang sangat berbakat sedang beraksi.

Malam itu seorang anak sedang duduk-duduk di belakang sebuah layar ditemani oleh beberapa temanya dan seorang bapak-bapak sibuk membantu memperbaiki pakain yang dikenakan anak tersebut. Terlihat sedikit grogi karena beberapa pasang mata sibuk mengincarnya dari balik lensa kamera atau hanya sekedar menatap dan memperhatikanya, seperti bertanya-tanya, “Apakah benar anak ini bisa mendalang?”

Duduk sebagai anak kelas 4 Sekolah Dasar di Sanur, nama lengkapnya adalah I Wayan Candra Asmaranatha sudah menjadi seorang dalang cilik sejak dua tahun yang lalu, meski tak ada darah seniman dalang yang berasal dari kelurag terdekatnya namun bakatnya terlihat jelas sejak dini, tutur sang ayah. Semenjak bergabung kedalam Persatuan Dalang Indonesia (PEPADI) Denpasar dia semakin sering melakukan pementasan. Hari ini adalah giliranya untuk memperlihatkan kemampuan kepada khalayak banyak.

Rasa bangga terlihat jelas dari riak muka dan tutur kata yang mengalir dari ayah tercinta, I Wayan Pantai Yoga, ayah yang sedari tadi menemani dan mempersiapkan beberapa perlengkapan yang di pakai Candra untuk mendalang malam ini. Senyumnya mengembang ketika saya tanya soal kemampuan yang dimiliki sang anak sembari menyiapkan tripod tempat menaruh handycam untuk merekam selama pementasan berlangsung.

Saya sendiri merasa bangga melihat Candra dan teman-temanya yang sedari kecil kenal dan mau mempelajari kebudayaan (melestarikan) yang diwariskan oleh leluhurnya. Sementara saya dan beberapa orang sukanya mencerca negri tetangga ketika melakukan claim terhadapt budaya bangsa, saya malu pada diri saya sendiri yang hanya bisa marah dan berkoar-koar di medias sosial namun tak melakukan langkah yang kongkrit, memalukan.

Tiga orang juri telah duduk pada kursi mereka masing-masing persis didepan layar dalang berukuran tak lebih dari 2×2.5 meter, sementara penonton duduk lesehan di sekitar areal menunggu sang dalang cilik beraksi dari balik layar. 32 orang anak sudah siap di posisi masing-masing, usia mereka tak beda jauh dengan Candra, mulai dari pemegang alat gambelan, membantu menggambilkan para wayang hingga seorang petugas khusus memperbaiki microphone yang digantung dileher kalau-kalau posisinya bergeser dari bawah dagu sang dalang. Hingga akhirnya seorang Master of Ceremonial perempuan memanggil namanya. Malam ini Candra akan mendalang tentang kisah perseteruan Subali dan Sugriwa, seklumit cerita dari kisah epos Ramayana yang berjudul Surayadnya, mari duduk manis šŸ˜€

Didampingi oleh ayah tercinta Bapak Pantai Yoga.
Mendalang segera di mulai…
Aksi lain sang dalang
Lakon kali ini meceritakan tentang Sugriwa dan Subali
Terlihat serius dan memang menjiwai, calon generasi penerus dalang Bali yang mumpuni.
Mendalang berlanjut hingga sampai jam 10 malam.
Candra lumayan atraktif meski terkadang lupa dialog, hehehe…

Leave a comment